Benarkah do’a tidak berfaedah ??

29 06 2008

Sebagian kelompok Ahli Filsafat dan golongan tasawwuf yang melampaui batas berpendapat bahwa doa itu sama sekali tak membawa manfaat !! Mereka menyatakan bahwa apabila sudah seharusnya sesuatu itu terjadi karena kehendak Allah ta’ala maka ia tak membutuhkan lagi doa. Kalau memang seharusnya untuk tidak terjadi maka apa gunanya lagi berdoa ??

Untuk menjawab syubhat yang mereka lontarkan itu terlebih dahulu kita sanggah dulu dua pangkal persepsi mereka. Sesungguhnya pernyataan mereka dalam persoalan kehendak Allah adalah bahwa sesuatu itu terjadi atau tidak terjadi. Dan (ada lagi) sebagai sanggahan yang lain, sesuatu itu terjadi dengan persyaratan, di mana tanpa persyaratan itu sesuatu tak akan terjadi. Dan doa itu termasuk di antara persyaratannya. Hal itu sebagaimana halnya pahala yang diberikan dengan persyaratan adanya amal shalih Ia tak akan ada tanpa amal shalih. Demikian iuga halnya rasa kenyang dan puas seusai makan dan minum yang itu tak akan teriadi tanpa ada keduanya Lahirnya anak sebagai hasil persengsamaan, tumbuhnya tanaman dari bibitnya, juga termasuk dalam hal itu. Kalau ditakdirkan bahwa sesuatu itu terjadi dengan adanya doa, tidak bisa dikatakan bahwa doa itu tidak membawa manfaat.

Sebagaimana juga tak mungkin kita mengatakan tak ada gunanya makan, minum, bibit tanaman dan segala sebab musabab lainnya. Pendapat mereka itu selain bertentangan dengan syari’at juga berseberangan dengan pertimbangan panca indera dan fitrah.

Yang perlu dimengerti, bahwa sebagian ulama menyatakan bahwa bersandar hanya kepada sebab musabab adalah syirik yang merasuki tauhid; sementara menafikan sebab musabab untuk meniadi perantara terjadinya sesuatu adalah kepicikan akal; sedangkan berpaling sama sekali dari sebab musabab itu sudah merusak syari’at’

Jadi pengertian dari tawakkal dan roja’ (berharap-harap) adalah Pencerminan dari konsekuensi tauhid, logika dan syari’at.

Penjelasannya sebagai berikut:

Bersandar sepenuhnya kepada sebab musabab berarti berharap harap dan bersandar kepadanya. Sementara tidak ada satu makhlukpun yang berhak atas semua itu, karena semuanya saling bergantung Segala sesuatu tetap memiliki kawan dan lawan. Di samping itu semua, bila Allah yang Maha Penentu dari sebab musabab itu tidak menetapkan sesuatu untuk tunduk, dia tak akan tunduk

Sementara ucapan mereka:

"Karena kehendak Allah itu apabila sudah mengharuskan sesuatu untuk terjadi, ia tak membutuhkan lagi doa?"

Kita jawab:

"Justru seringkali doa itu dibutuhkan untuk mendapatkan manfaat lainnya, cepat atau lambat; atau menolak marabahaya lainnya cepat atau lambat."

Adapun ucapan mereka:

"Kalau memang mengharuskan untuk tidak teradi, maka apa gunanya lagi berdoa?"

Kita jawab:

"Justru dalam hal itu terdapat banyak manfaat besar. Baik untuk mendapatkan satu kemanfaatan atau menolak marabahaya. Sebagaimana yang diingatkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam Bahkan terkadang seorang hamba (dengan doa itu) menjadi segera tahu tentang hakekat Rabb-nya dan mengakui ke-Rububiyyahan-Nya dan bahwa Dia adalah yang Maha Mendengar, Maha Dekat, Maha Mengetahui dan Maha Pengasih. Juga pengakuannya terhadap rasa butuh dan kepasrahan dirinya kepada Allah, dan juga ilmu-ilmu yang tinggi lagi suci lainnya yang berkaitan dengan itu, dan merupakan tujuannya yang terbesar

suci lainnya yang berkaitan dengan itu, dan merupakan tujuannya yang terbesar.

Pengertian Yang Benar Tentang Makna Terkabulnya Doa

Di sini ada satu pertanyaan klasik:

ada orang yang sudah memohon sesuatu kepada Allah, namun tak iuga diberi, atau bahkan diberi sesuatu yang tidak diminta?

Di sini ada beberapa jawaban, diantaranya tiga yang sudah diteliti:

Jawaban Pertama:

sesungguhnya ayat :

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. ….. (Al mukmin 60)

tidak mencakup terkabulnya permohonan secara mutlak, namun ia hanyalah mencakup pengertian bahwa Allah akan menanggapi setiap orang yang berdoa. Di sini orang yang berdoa itu bersifat lebih umum daripada orang yang memohon/meminta.

Menanggapi orang yang berdoa itu sendiri lebih umum daripada mengabulkan permohonan. oleh sebab itu Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ اْلآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ.


Sesungguhnya Rasulullah bersabda: “Allah tabaraka wa ta’ala akan turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga malam terakhir. Maka Ia berkata: “Barangsiapa siapa yang berdo’a kepada-Ku akan Aku kabulkan doanya; barangsiapa yang meminta kepada-Ku, akan Aku beri permintaanya; dan barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku, akan Aku ampuni dia”. (HR. Bukhari Muslim)

Maka harus dibedakan antara orang yang berdoa dan meminta; antara menanggapi dengan memenuhi. perbedaan di situ adalah perbedaan antara umum dan khusus. sebagaimana kemudian Allah melanjutkan dengan "memohon ampunan", yang itu termasuk dalam bentuk permintaan/permohonan.

Maka yang pertama itu umum, kemudian yang kedua khusus, dan ketiga itu lebih khusus lagi. Kalau

hamba itu telah mengerti bahwa Allah itu dekat dan menanggapi doanya orang yang berdoa, maka merekapun menyadari akan dekatnya Dia dengan diri mereka, dan bahwa mereka itu berkesempatan

untuk memohon kepada-Nya.

Merekapun mengetahui akan rahmat, ilmu dan kekuasaan-Nya.Maka pada saat itu mereka telah melakukan doa dalam arti sebagai ibadah, juga melakukan doa dalam arti memohon. Mereka menggabungkan dua pengertian itu sekaligus

Jawaban Kedua :

Mengabulkan doa orang yang memohon, itu bersifat lebih umum dari memberikan kepadanya sesuatu yang dimintanya itu.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam

"seseorang yang berdoa kepada Allah untuk sesuatu yang tidak mengandung dosa,atau menyebabkan putusnya hubungan silahturahmi, Allah pasti memberikan kepada salah satu dari tiga kemungkinan Menyegerakan terwujudnya apa yang dia mohon, atau menyimpan baginya pahala yang setimpal dengan ( kebaikan) doanya itu, atau menyingkirkan darinya marabahaya sebagai gantinya” Mereka ( para sahabat) berkata :"Yya Rasulullah, kalau begitu kita berdoa saja banyak-banyak"? Beliau menanggapi: "Sesungguhny(pengabulan) AIIah itu lebih banyak lagi”.

(Dkeluarkn dari hadits Abu sa’id Al-Khudri oleh Imam Ahmad (III: 18), Hakim (l: 493) dan dishahihkan oleh beliau dan disetuiui oleh Adz-Dzahabi. Imam Al- Haitsami berkata dalam ‘Majma’u Az-Zawaid (X :148-149). Diriwayatkan jugaoleh Ahmad dan Abu Ya’la hadits yang semisal dengan itu. juga diriwayatkan oleh At-Thabrani dalam "Al-Mu’iamu AlAusath”, .Sedangkan para perawi Imam Ahmad, dan perawi-perawi salah safu dari isnad imam Al-Bazzar seluruhnya adalah para perawi ktab "Ash-shahih", kecuali Ali bin Ar-Rifa’i. Namun beliau sendiri adalah orang yang terpercaya )

Dalam hadits itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam menegaskan bahwa doa seseorang yang terlepas dari "mencari permusuhan” itu pasti akan segera dikabulkan, mendapat ganjaran sepadan di akhiiat, atau terhindar dirinya dari marabahaya

Jawaban Ketiga :

Doa adalah merupakan sebab diperolehnya sesuatu vang dituju. sedangkan sebab itu sendiri memiliki persyaratan juga pantangan. Apabila persyaratannya terpenuhi, dan pantangannya dihindari,

niscaya tujuan akan tercapai. Kalau tidak, tujuan (doa) itupun tidak akan diperoleh.Bahkan dapat terjadi kebalikannya.

Demikianlah, seperti juga seorang lelaki yang menggunakan obat yang berkhasiat pada saat/kondisi yang sesuai, sehingga dapat mengambil manfaatnya. Nah, orang lain mengira bahwa penggunaan obat itu semata mata sudah cukup untuk mencapai( kesembuhan)y ang dituju. Maka jelas dia keliru. Demikian juga apabila seseorang terpaksa berdoa di dekat kuburan, lalu doanya itu terkabulkan. Maka diapun mengira bahwa sumber terkabulrya doa itu adalah kuburannya.Dia tidak tahu, bahwa rahasia terkabulnya doa itu adalah kondisi orang itu yang terjepit, ditambah keikhlasan doanya itu.

Andaikata itu teriadi di salah satu masjid, tentu saja lebih baik dan lebih disukai Allah. Jadi doa, ta’awwudz dan ruqyah, itu diibaratkan senjata. Senjata itu dilihat dari siapa yang menggunakannya; tidak semata-mata dari ketajamannya saja. Kalau senjatanya handal, tangan yang menggenggamnya kokoh, sasaran yang dihantamnya juga tepat, sementara yang menjadi penghalangnya tidak ada, maka musuhpun akan terbabat. Tatkala salah satu dari persyaratan itu berkurang, maka berkurang pulalah pengaruhnya.

Apabila doa itu sendiri sudah tidak bagus, atau orang yang berdoa itu tidak dapat menyatukan antara lidah dan hatinya tatkala berdoa, atau memang ada penghalang terkabulnya doa itu; maka pengaruh doa itupun tak akan terwujud.

Orang Yang Memohon, Tidak Dapat Mempengaruhi Hasil Permohonannya

Apabila ada yang menyatakan kalau pemberian Allah itu mengambil sebab musabab dari perbuatan hamba, sebagaimana yang dapat dipahami dari hasil pemberian-Nya yang diberikan kepada si pemohon berarti si pemohon telah mempengaruhi hasil permohonannya?

Kita jawab: Allahu ta’ala, yang menggerakkan seorang hamba untuk berdoa. Itu adalah kebaikan dan penyempurnaan kenikmatan dari-Nya. Sebagaimana yang dinyatakan Umar Radhiallahu’anhu :

"Sesungguhnya aku tak memiliki kelebihan dalam terkabulnya doa. Yang kumiliki hanyalah keistimewaan suka berdoa. Namun bila aku sudah terilhami untuk berdoa, sesungguhnya keterkabulan doa datang dengan sendirinya.

Mutharrif bin Abdillah bin Asy-Syikhkhif salah seorang tokoh Tabi’in berkata:

"Aku cermati urusan yang satu ini (Islam). Ternyata aku temukan pnngkalnya dari Allah, kesempurnaannya milik AIIah. Dan aku temukan, bahwa kunci semuanya itu adalah doa."

(Imam Ahmad mengeluarkannya dalam kitab ‘Az-Zuhd" dari Mutharrif bin Abdillah , bahwa ia berkata:"Aku ingat-ingat semua kebaikan. Ternyata kebaikan itu banyak: Shalat, puasa dan semuanya itu dari Allah ‘ Azza wa Jalla. Apabila engkau tak mampu meraih apa yang Allah miliki kecuali dengan memohon kepada-Nya (dan memang demikianlah adanya) Ialu Dia memberimu, maka tak ayal bahwa kunci semua itu ada pada doa." Lihat ‘Az-Zuhd"(ll : L96) cet. Daru An-Nahdhah Al-Arabiyyah – Beirut – tanpa tanggal.)

(disadur dengan perubahan dari Tahdzib Syarh At-Thahawiyah, Penulis : Abdul Akhir Hammad Al Ghunaimi, Edisi Indonesia : Dasar Dasar Aqidah Menurut Ulama Salaf, Penerjemah : Abu Umar Basyir Al-Medani, Pustaka At Tibyan Solo, Cetakan Pertama Tahun 1416/1995)


Aksi

Information

2 responses

9 09 2009
nanda adam

alhamdulilah atas di postingkanx artikel ini,jazakalloh khoir ats ilmux,mudah2an bermaamfaat.amin.

17 01 2011
Musfiat

Tks infony

Tinggalkan komentar