Menyikapi Ketergelinciran dan Perselisihan antar Ulama

6 04 2009

Sudah menjadi ketetapan yang mapan bahwasanya tidak ada seorangpun yang selamat dari kesalahan. Salah merupakan hal yang wajar terjadi pada manusia. Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطاَّئِيْنَ التَّوَّابُوْن

Setiap anak Adam itu banyak bersalah. Dan sebaik-baik orang yang banyak bersalah adalah orang-orang yang mau bertaubat.”

(HR. At-Tirmidzi no. 2616. Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihul Jami’ no. 4514 mengatakan: “(Hadits ini) hasan.”)

Para ulama mereka juga manusia biasa, bisa salah dan benar. Apabila melihat kesalahan ulama maka nasehatilah dengan baik dan cara yang santun. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

الدين النصيحة قلنا لمن ؟ قال : لله ولرسوله وللأئمة المسلمين و عامتهم

Agama itu adalah Nasehat , Kami bertanya : Untuk Siapa ?, Beliau bersabda : Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh kaum muslim” ( HR. Muslim 55 )

Namun dewasa ini ada segelintir kalangan yang mencari cari kesalahan ulama kemudian dia berhujjah dengan ketergelinciran tersebut dalam melariskan bid’ah dan kesesatannya !! Wahai saudaraku, sikap yang demikian pada hakekatnya adlah celaan dan perendahan kepada ulama, tidaklah orang yang mengerjakannya kecuali dia zindiq !!

Maka sikap yang benar dalam menyikapi ketergelinciran ulama adalah dengan dua asas berikut ini :

  1. Tidaklah bersandar dengan kesalahan ulama tersebut dan tidak mengambilnya, karena hal itu jelas menyelisihi syari’at

  2. Bersikpa adil terhadap ulama yang salah, tidak merendahkan hingga melecehkan dan membuang seluruh perkataannya, cukuplah kesalahannya kita tinggalkan dan kita ambil kebaikannya yang lain

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata :

Barangsiapa yang mempunyai ilmu dia akan mengetahui dengan pasti bahwa orang yang mempunyai kemuliaan, mempunyai peran dan pengaruh dalam islam maka hukumnya seperti ahli islam yang lain. Kadangkala dia tergelincir dan bersalah, orang yang semacam ini diberi udzur, bahkan bisa diberi pahala karena ijtihadnya, tidak boleh kesalahannya diikuti, kedudukannya tidak boleh dilecehkan dihadapan manusia

( i’lamul Muwaqqin 3/295)

Menahan diri terhadap perselisihan antar ulama

Manusia dengan tabiatnya akan selalu berselisih, Allahu ta’ala berfirman

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ

Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat ( QS Huud :118 )

Demikian pula dengan ulama, perselisihan antar ulama kadang terjadi tidak mustahil. Perselisihan yang sifatnya kepribadian. Kita ingat perselisihan yang terjadi antara Imam Bukhari dan Muhammad bin Yahya adz Dzulhi, Ibnu taimiyyah dan Abu Hayyan, Imam Nasa’i dan gurunya dan lain lain,

Menyikapi perselisihan semacam ini adalah menhan diri, tidak ikut campur dan tidak mengobarkan api permusuhan ditengah tengah kaum muslimin. Jangan sampai kita lupa belajar hanya karena mebicarakan perselisihan mereka. Sebagian ahli ilmu mengatakan : “ Celaan terhadap teman sebaya tidak dianggap “

Semoga Allahu ta’ala merahmati Imam as Subki tatkala mengatakan :

Sudah sepantasnya bagimu wahai pencari petunjuk untuk beradab kepada para imam terdahulu, janganlah kamu menilai perkataan sebagian mereka terhadap sebagian yang lain kecuali telah datang keterangan yang jelas bagimu. Apabila kamu bisa memahaminya atau berprasangka baik, lakukanlah, jika tidak, maka tahanlah dirimu terhadap perselisihan yang terjadi diantara mereka, karena tidaklah kamu diciptakan untuk mengurusi masalah seperti ini. Sibukkan dirimu dengan sesuatu yang bermanfaat dan tinggalkanlahn apa yang tidak bermanfaat bagimu” (thobaqot asy Syafi’iyyah 2/39 )

Ditulis ulang dari Majalah Al Furqon Tahun 6 edisi 9 Robi’uts Tsani 1428 H hal 49 – 50 Penulis : Al Ustadz Abu Abdillah al atsari


Aksi

Information

2 responses

7 04 2009
Ibnu Isma'il bin Ibrahim

Bismillah…

Khilafiyyah di kalangan para ulama merupakan hal yang dimaklumi. Namun demikian, jangan sampai hal tersebut membuat kita terpedaya oleh syaithan sehingga menjerumuskan kita kedalam perangkapnya yang nyata.

Telah jelas bagi kita firman Allah ‘Azza wa Jalla:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. an-Nisaa’: 59)

Ayat diatas merupakan sejelas-jelasnya hujjah bagi seluruh kaum muslimin untuk tetap berpegang teguh kepada al-Qur’an dan as-Sunnah ash-shahihah. Dan barang siapa menyimpang darinya, maka sungguh dia adalah orang-orang yang merugi.

angan sampai kita tergolong kepada orang-orang yang dibutakan mata hatinya, sehingga enggan melihat kepada kebenaran. Dan cenderung bersikap ta’ashshub. Wal ‘iyyadzubillah…

29 10 2010
Kurnia

Ana setuju namun tidak lah baik untuk menghujat dan menghina Ulama lain yang berselisih pendapat dengan kita. walau bagaimana pun pasti ada sisi baik dari yang mereka ajarkan, wallahu a’lam.

Tinggalkan komentar